Antara Gambar Sama Vandal(ism)



Para kartunis atau pegiat kartun Indonesia dibuat pusing lantaran belum menemukan karakter kartun yang bisa mencitrakan Indonesia. Banyak pecinta kartun yang terlanjur jatuh cinta dengan style manga (kartun Jepang). Mereka meyakini komik yang satu ini bisa memberikan hiburan dan informasi. "Gambarnya bagus, harganya juga lebih murah lagi", kata seorang pelajar di salah satu toko buku yang berlokasi di Matraman itu.

Kalo pelajar hari ini lebih suka komik Jepang lalu bagaimana nasib komik lokal? apakah mereka akan tetap eksis untuk kedepannya. Pecinta komik lokal indie kemudian mengambil langkah antisipatif. Ada yang membuat forum-forum diskusi di milis, ada yang menggelar pekan komik tiap tahun (mulai lomba, pameran, dsb), ada juga yang membuat komik fotokopian lalu disebarkan secara gratis (misalnya karya daging tumbuh atau komedo yang sama-sama berasal dari kota gudeg itu).

Jika dilihat dari beberapa sudut pandang, perkembangan komik kita sebenarnya semakin berkembang. Dulu yang namanya komik ya berupa buku komik, tapi sekarang sudah ada komik yang berfungsi sebagai iklan. Simak saja iklan top one misalnya. Tidak mau ketinggalan, KPK juga membuat komik anti korupsi yang didistribusikan gratis (meski kenyataannya masih banyak koruptor tumbuh subur bak jamur di musim hujan).

Komik umumnya digambar di atas kertas. Tapi sekarang sudah ada komik di atas kanvas. Ada juga yang di atas dinding/tembok (biasanya berbentuk semi grafiti). Perhatikan saja bangunan-bangunan atau rolling door di jakarta yang dicoret-coreti itu. Sebenarnya ini vandalism atau karya seni?

Kalo karyanya bisa membuat suasana jadi lebih indah sih nggak masalah. Tapi kalo tambah membuat suram kota (meskipun katanya karyanya mengandung pesan moral semacam global warming campaign, dsb) menurut hemat saya itu baru bencana. Jakarta udah macet, panas, sering banjir, kotor lagi. Hampir tidak ada yang bisa kita banggakan dari ibukota kita.

Supaya Jakarta nggak tambah kotor, jangan biarkan (lagi) anak cucu kita corat-coret lagi tanpa alasan yang jelas. Kalo nggak bisa buat gambar yang bagus ya belajar nulis, nyanyi, atau yang lainnya aja. Belajar baca Qur'an yang bagus malah dianjurkan (perhatikan tajwidnya juga). Lho kok nyambung kesini sih?

Gambar diambil dari:
http://newsimg.bbc.co.uk/media/images/43062000/jpg/_43062793_graffiti_wall.jpg

11 blogger komat-kamit:

Anonymous said...

kayak grafiti hasil lomba yg menghiasi tiang penyangga tol di beberapa tempat di jkt, menurutku malah buat kotor & kumuh

Anonymous said...

oya, html code read more & recent comment gak bisa di posting di sini yak....mo dikirim kemana?

Anonymous said...

(duuh.. perasaan gw tadi udah komen deh.. tapi pas di submit jadi blank gitu halaman komennya..)

Yah kalo itu antara vandalis dan seni juga sih.. yg penting hasilnya bagus aja.. jangan kaya yg tulisannya SMA A gitu.. itu kagak ada seninya, yg ada bau air seni (lho?!)

Anonymous said...

itulah yang namanya penyakit masyarakat, penyakit turunan kali yah.

dimana-mana yang namanya toko pakai rolling door pasti ada bekas oret-oret dari tangan yang berjari lima, halal saja, mumpung unda-undangnya blon ada

Anonymous said...

Ketawa baca paragraf akhirnya :)

Anonymous said...

Cerita di komik2 Jepang menurutku memang lebih bagus. Gambarnya juga oke banget.

Ayo maju komik Indonesia! tapi jangan coret2 di tempat umum dong!

Anonymous said...

ass, ooo ttg komik indonesia toh, mnrt pengalaman ak yg sk jug gbr komik sih sbnrny anak2 indonesia bs mnciptakan icon komik indonesia itu sdiri, sayangny spt yg slalu ak dgr klo anak2 mo serius-in bidang komik kita org2 disekitar kita bknny pd mndukung tp malah mencibir. Giliran bs mhasilkan gbr yg bgs, baru deh dielu-kan n dijadikan icon tertentu.. hehehe..
Mnrt ak media apapun bs dijadikan seni en bs jd sgala ssuatu yg indah, masalah pantas atau tdknya bukankah ad bapak2 yg shrsnya btugas(tata kota) ups tp klo di indonesia kga ngurusin seni2 gitu kali yap huhuhu...

Anang said...

vandalism kadang menjadi ekspresi bebas yg indah dan memiliki efek seni yang memukau mata yang melihat bila dilakukan di tempat yang selayaknya tapi justru menjadi perusak suasana dan tampilan jika itu sudah keluar dari rel kewajaran. tapi emang vandal itu kan brutal ya. ga mengenal tempat dan waktu.

Antown said...

asyik, akhirnya ada pro dan kontra. Wacana publik sudah mulai terbuka sedikit demi sedikit.

IrmaBuana berkata "tapi jangan coret2 di tempat umum dong!". Iya saya sepakat. Mending buat yang bagus aja sekalian. Trus minta honor sekedar ganti uang cat

Anonymous said...

Ini sekadar cerita. Teman saya (Dar) sejak SMP pintar gambar. Pelajaran apa pun kalau dia jenuh, coret-coret buat gambar lucu. Paling sering ia menggambar wajah gurunya dengan ekspresi lucu. Kelas 3 SMP coret-coret iseng(Dar) dikumpulkan terus difoto copy temannya dan dibagikan ke beberapa orang. Dar kaget tak menyangka gambar iseng itu bisa jadi media humor. Di SMA (Dar) sering mengerjakan tugas gambar teman-temannya, gratis lagi, karena dia suka menggambar. Minat menggambar pun melabuhkan (Dar) ke FSRD ITB jurusan Grafis awal 1980-an.
Cerita kedua, teman saya 67 tahun, Subekti Hadikusumo, guru gambar free lance bagi anak-anak. Paling banyak anak TK dan SD. Pensiunan PNS Kota Cirebon itu selain pelukis juga dikenal sebagai perupa yang sering berpameran ke mana-mana. Saat ditanya kenapa menggiring anak-anak mencintai menggambar, dengan enteng menjawab, "Saya berpikir ke depan. Siapa tahu kelak anak didik saya ada yang menjadi arsitek, atau pelukis yang karyanya lebih bagus dari saya". "Lho ko arsitek?", tanya saya iseng juga. "Menggambar itu dasar utama dan pertama untuk menjadi arsitek", jawab Pak Bekti, kali ini mantap.
Itu sebabnya saya buat blogspot untuk sharing dengan kartunis dan atau karikaturis seperti Mas Usman.

dee said...

saya juga koleksi manga looh sampe 2 lemari.. (ga ada yg nanya ya, wekekeke..) Makanya, komikus indonesia, ayo lebih kreatif berkarya. biar komik indonesia ga kalah sm komik jepang

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda. Terima kasih.

 
;