Sekitar tahun 2000-an saya mengenal
Freehand saat masih sekolah di SMSR (SMKN 11) Surabaya. Tiba-tiba saja saya jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Kalo nggak salah saat itu masih Freehand versi 7 (sekarang versi MX). Saya diajari bagaimana cara membuat sebuah logo secara
computerized. Tugas menggambar logo “perumahan” yang kemarin saya buat secara manual sekarang tinggal diaplikasikan. Gitu kali maksud guru saya.
Saya juga belum kenal apa itu mesin
scan, alhasil proses pengerjaan menjadi lama karena saya harus mengukur langsung ukuran panjang dan lebar yang ada di kertas gambar dengan penggaris. Belum lagi karena komputernya yang bulukan dan suka
error, padahal muridnya banyak banget yang ngantri. Teman-teman yang tidak sabar kontan saja emosi dan nggak
mood sama pelajaran ini, orang desain yang sudah dibuat belum di
save. Saya yang kebablasan rajin malah tiap hari pinginnya main mlulu sembari curi ilmu.
Dunia desain semakin merasuki saya (kayak kesetanan aja yak!!). Freehand yang baru sekitar setahun lalu saya cintai itu terpaksa harus saya selingkuhi. Maklum, ada yang lebih cantik lagi sih. Namanya
CorelDRAW. Saya kenalan dengannya ketika melanjutkan studi di Jogja (tahun 2001). Beberapa fitur menarik saya temukan di Corel. Kemudahan untuk mengaplikasikan gambar serta tampilan yang menarik membuat saya enggan untuk meninggalkannya. Oya, pada tahu blom?? Jika kita ngomong kuantitas nih, desainer Jogja atau Surabaya lebih mengidolakan Corel ketimbang Freehand lho. Sementara desainer yang ada di Jakarta bersikukuh dengan Freehandnya.
Setelah saya mengenal internet, pikiran saya menjadi terbuka. Saya akhirnya tahu kalo desainer di belahan dunia sana ternyata banyak yang memakai Freehand dan
Adobe Illustrator. Nah lho, makhluk apalagi tuh? Mereka bilang dengan software Adobe Illustrator kita bisa menciptakan karya grafis yang nyaris sempurna. Pada software ini kita bisa menemukan banyak
tools canggih yang tidak ada pada dua software grafis yang lainnya. Bingung kan mau pilih yang mana?! Belajar ama yang satu aja belum tuntas eh ada yang lain lagi. Yang jelas kalo pake Illustrator beban memori komputer kita jadi rada berat.
Dari sini saya bisa mengambil kesimpulan bahwa seorang desainer wajib menguasai banyak aplikasi/program. Tidak bisa kita mencintai salah satu lalu meninggalkan kekasih yang pernah kita cintai. Sebagai pekerja grafis yang
wanna be profesional saya mencoba untuk terbuka diberikan kritikan dan masukan. Karena jika anti kritik, saya akan tetap stagnan alias tidak bisa berkembang.